Kamis, 24 Juni 2010

कराक्तेरिस्तिक pati

Karakteristik Pati
PATI (starch) merupakan zat tepung dari karbohidrat dengan suatu polimer senyawa glukosa yang terdiri dari dua komponen utama, yaitu amilosa dan amilopektin. Polimer linier dari D-glukosa membentuk amilosa dengan ikatan (alfa)-1,4-glukosa. Sedangkan polimer amilopektin adalah terbentuk dari ikatan (alfa)-1,4-glukosida dan membentuk cabang pada ikatan (alfa)-1,6-glukosida.
Amilosa bersifat sangat hidrofilik, karena banyak mengandung gugus hidroksil. Maka, molekul amilosa cenderung membentuk susunan paralel melalui ikatan hidrogen. Kumpulan amilosa dalam air sulit membentuk gel, meski konsentrasinya tinggi. Karena itu, molekul pati tidak mudah larut dalam air. Berbeda dengan amilopektin yang strukturnya bercabang, pati akan mudah mengembang dan membentuk koloid dalam air.
Pati merupakan komponen terbesar yang terdapat pada singkong, beras, sagu, jagung, kentang, talas, dan ubi jalar. Pemanfaatan pati sebagai bahan baku di kalangan industri berupa produk makanan dan obat-obatan. Khusus untuk industri makanan, pati sangat penting untuk pembuatan makanan bayi, kue, pudding, bahan pengental susu, permen jelly, dan pembuatan dekstrin.
Salah satu sifat pati adalah tidak larut dalam air dingin, karena molekulnya berantai lurus atau bercabang tidak berpasangan, sehingga membentuk jaringan yang mempersatukan granula pati. Selain itu, kesulitan dalam penggunaan pati adalah selain pemasakannya memakan waktu yang cukup lama, pasta yang terbentuk juga cukup keras. Karena itu pati tersebut perlu dilakukan modifikasi agar diperoleh sifat-sifat yang cocok untuk aplikasi tertentu. Dengan demikian, pati memiliki kegunaan yang lebih banyak pada industri makanan.

Karakteristik Pati

Bahan
 NaOH 0,005 N, NaOh 4 N, Alkohol 95% netral, Aquades, Larutan Luff, Indicator fenolftalein, HCl 0,4 %, HCl 3%, KI 20%, H2SO4 25%, Tiosulfat 0,1 N
 Indicator jenis pati :
o Tepung beras dan tepung ketan (klp I,II,VII)
o Tepung tapioca dan tepung sagu (klp II,V,VIII,X)
o Tepung jagung dan tepung terigu (klp III,VI,IX)
Alat:
Test plate, kaca objek, pipet tetes, mikroskop, thermometer, cawan aluminium, oven, cawan porselen, tanur, tabung sentrifuge, erlemeyer 250 ml, neraca analitik, autoclave, corong buchner, aspirator, gelas ukur, pipet volumetric, pendingin tegak, kompor listrik, buret, kertas saring.

Cara Kerja:
1. Uji Iod
a) Letakkan sedikit contoh pada test plate
b) Tambahkan beberapa tetes larutan iod, amati perubahan warna yang terbentuk.
2. Bentuk Granula Pati
a) Letakkan sedikit contah pada kaca objek, tambahkan satu tetes air, kemudian tutup dengan cover glass
b) Amati bentuk granula mengunakan mikroskop
c) Gambarkan masing-masing bentuk granula pati dan bvandingkan hasil pengamatan antara satu contoh dengan yang lain.
3. Suhu Gelatinisasi
a) Buat suspensi pati dengan konsentrasi 10 % di dalam gelas piala
b) Letakkan gelas piala diatas pemanas, sambil diaduk naikkan suhu pemanas
c) Amati bentuk suspensi, saat terjadi perubahan menjadi gel ukur suhunya menggunakan thermometer
4. Kadar Air
a) Keringkan cawan aluminium di dalam oven pada suhu 105 oC selama 1 jam, kemudian masukkan cawan ka dalam desikator tunggu dingin dan timbang
b) Timbang pati sebanyak 1-2 gr di dalam cawan yang telah diketahui bobotnya
c) Keringkan di dalam oven pada suhu 105oC selama 3 jam, kemudian masukkan ke dalam desikator, tunggu sampai dingin dan timbang
d) Panaskan kembali di dalam oven selama 15 menit, lakukan penimbangan ulang, lakukan pemanasan ulang jika masih terjadi perubahan bobot, apabila bobotnya sudah tetap pemanasan tidak dilanjutkan

Bobot contoh – bobot setelah kering
Kadar air = x 100 %
Bobot contoh
5. Kadar Abu
a) Timbang contoh sebanyak 2-3 gram di dalam cawan yang telah diketahui bobot tetapnya.
b) Arangkan menggunakan kompor listrik diruang asam sampai contoh tidak berasap
c) Pijatkan tanur dengan suhu 550-600 oC selam 1 jam
d) Dinginkan di dalam desikator dan timbang

Bobot endapan
Kadar abu = x 100 %
Bobot contoh
6. Kadar Serat Kasar
a) Ambil 5 gr masing-masing tepung dan masukkan ke dalam erlemeyer 300 ml
b) Tambahkan 100 mnl HCl 0,4 % dan kocok
c) Didihkan suspensi tersebut selam 2 jam dengan api kecil pada pendingin tegak
d) Saring suspensi yang telah direfluks dalam keadaan panas dengang menggunakan kertas saring
e) Cuci kertas saring yang digunakan untuk menyaring dengan air panas beberapa kali
f) Keringkan endapan yang terdapat pada kertas saring dalam oven bersuhu 105 o C samapai bobot konstan
Bobot endapan
Kadar serat kasar = x 100%
Bobot contoh
7. Nisbah Penyerapan Air (NPA)
a) Masukkan 3 gr masing-masing contoh ke dalam tabung sentrifuse, kemudian tambahkan 30 ml air sambil dikocok selama 30 menit
b) Lakukan sentrifugasi terhadap contoh tersebut pada kecepatan 2000 rpm selama 20 menit
Bobot air yang terserap
NPA = x 100%
Bobot contoh
8. Derajat Asam
a) 5 gr contoh dimasukkan ke dalam erlemeyer dan tambahkan 50 ml alkohol 95% dan dikocok sampai rata
b) Ambil 25 ml cairan dan lakukan titrasi dengan NaOH 0,05 N dengan menggunakan indicator fenolflatein. Derajat keasaman dinyatakan sebagai banyaknya ml NaOH 1N yangt diperlukan untuk titrsi 100 g contoh
9. Kadar Pati
a) 1 gr contoh dimasukkan kedalam erelemeyer 500 ml, kemudian tambahkan 200 ml HCl 3 % dan batu didih
b) Lakukan dihidrolisis pada pendingin tegak selam 3 jam
c) Dinginkan dan netralkan dengan NaOH 4 N
d) Masukkan suspensi pati kedalam labu ukur 250 ml dan tambahkan air suling sampai tanda tera kemudian saring dengan kertas saring
e) Masukkan 10 ml filtrate yang diperoleh ke dalam erlemeyer 300 ml dan tambahkan 25 ml larutan Luff dan batu didih
f) Didihkan selama 10 menit pada pendingin tegak
g) Segera dinginkan dibawah saluran air
h) Tambahkan 20 ml larutan KI 20% dan 25 ml larutan H2SO4 25 % secara perlahan-lahan
i) Titrasi dengan tiosulfat 0,1 N dengan indikator kanji
j) Buat blanko yaitu 25 ml larutan Luff ditambahkan 25 ml air distilata
0,90 x pengenceran x mg monosakarida
Kadar pati = x 100%
Bobot contoh awal (mg)









Pengawetan nira
Nira
Nira adalah cairan yang keluar dari bunga kelapa atau pohon penghasil nira lain seperti aren, siwalan dan lontar yang disadap. Cairan ini merupakan bahan baku untuk pembuatan gula. Nira sering juga disebut lege kata ini sebenarnya istilah bahasa jawa berasal dari kata legi arti nya manis. Dalam keadaan segar niraa memepunyai rasa manis berbau haarum dan tidak berwarna. Selain itu bahan baku pembutan gula, nira dapat pula digunakan sebagai bahan makanan lain yaitu minuman keras tuak, asam cuka dsan minuman segar.
Enau (Aren)
Aren atau enau (Arangapinnata) termasuk jenis palma. Pohon aren yang dimanfaatkan oleh petani umumnya pohon aren tumbuh secara liar di hutan-hutan, tanpa upaya pembudidayaan. Dikarenakan pohon ini memiliki akar yang menjalar yang menghambat dan merusak pertumbuhan tanaman lain disamping itu dalam membudidayakan tanaman ini adalah lamanya waktu perkecambahan biji, akibat kulitnya yang keras dan tebal.
Tanaman aren merupakan pohon serba guna karena hampir seluruh bagiannya dapat dimanfaatkan untuk berbagal keperluan. Akarnya dapat digtunakan sebagai pembuat cambuk dan anyaman; belahan batangnya untuk saluran air, wuwungan atap, tongkat, atau galar-galar.
Umbutnya enak dimakan sebagai sayuran; lidi untuk sapu dan keranjang; daun muda untuk pembungkus rokok; ijuk untuk tali, sapu, atap dan sikat; empulur batangnya dapat diolah menjadi sagu. Niranya dapat diolah menjadi gula merah, tuak dan cuka; sedangkan bijinya dapat diolah menjadi kolang-kaling yang lezat.
Walaupun sama-sama dapat menghasilkan sagu, tanaman aren berbeda dengan tanaman sagu. Tanaman sagu membentuk rumpun, sedangkan arena tidak. Aren mempunyai banyak ijuk hitam yang menutupi seluruh batangnya, sedangkan pada sagu hanya di pinggiran pelepah daunnya.
Tanaman aren termasuk berumah satu, yaitu memiliki bunga betina dan bunga jantan dalam satu pohon yang sama.Bunga aren merupakan monocious-unisexual, artinya bunga jantan dan bunga betinanya terpisah pada masing-masing tandan, dengan rangkaian bunga yang menggantung.
Bunga aren tumbuh secara basifetal, yaitu bunga yang paling awal tumbuh (paling tua) akan terletak di dekat batang. Bunga yang lebih muda akan tumbuh pada ruas berikutnya menuju ke arch ujung bawah. Bunga jantan biasanya dimanfaatkan sebagai sumber nira (amok pembuatan gala merah), sedangkan bunga betina dibiarkan tumbuh terus menjadi buah. Dan buah inilah nantinya diperoleh kolang-kaling.
Buah aren dalam jumlah banyak bergantung pada tandan yang bercabang dengan panjang sekitar 90 cm Dalam satu pohon bisa terdapat 4 sampai 5 tandan buah, masing-masing dapat mencapai berat sekitar 100 kg. Buah aren berbentuk segitiga atau bulat lonjong. Kulit buah ketika masih muda berwarna hijau tua atau hijau kebiruan. Saat tua berwarna kuning atau kuning kecokelatan. Daging buah berwarna kuning keputihan dan lunak, dapat menimbulkan rasa gatal jika mengenai kulit karena mengandung kristal kalsium oksalat yang berbentuk janzm.
Di dalam daging buah terdapat biji berukuran cukup besar, kenyal, dan berwarna putih. Biji yang masih muda menyerupai tulang rawan, kemudian berubah menjadi berwarna abu-abu putih dan mengeras setelah tua. Pada setiap buah aren, umumnya terdapat tiga buah biji dengan ukuran panjang antara 2,5 - 3,5 cm dan lebar 2,0 - 2,5 cm
Dalam proses penyadapa nira ini perlu penanganan baaik sebelum penyadapaan maupun sesudaah penyadapaan. haalk ininkearena niraa merupakan cairan yang mengandung kadar gula tertentu daan merupakan media yanfg baaik untuk pertumbuhan mikroorgani\sme seperti bakteri, kapang, maaupun khamir. Walaupun cairan yang kel,uar dari bung steril, namun kereusakan nira dapat terjadi sejaakn saat dimulai nyaa nira tersebut ditampung pada bumbung aataau pada waaktu nira tersebut disadap dari pohon dan pada waktuniraa disimpan untuk menunggu waktu pengolahan.
Nira aren diperoleh dengan penyadapan tangkai bunganya dapat dimulai dapat diserap pada umur 5- 12 tahun. Tiap tanaman dapt disadap selama 3 tahun dan tiap tahun dapat disadap 3 – 4 tangkai bunga. Hasil niranya 300 – 400 liter pe musim tangkai bunga (3-4 bulan ) aatau 900- 1600 liter nira per tahun. Dalam sehari dapat disadap 2 kali dengan menghaasilkan 3- 10 liter nira (goutraa et aal, 1985)


Pengawetan nira
Bahan:
 Nira tebu atau nira aren, Bahan pengawet NaHSO3 , CaO, Na2S2O3
 HCl 30 %, larutan Luff, Aquades, KI 20%, H2SO4 26,5 %, Na-thiosulfat 0,1N, Indicator pati

Alat:
pH meter atau kertas PH, abe-refraktometer, 6 buah botol yang berukuran 100 ml, tissue dan label, erlemeyer, pendingin balik.

Cara Kerja:
a. Nira dimasukkan sekitar 100 ml ke dalam 6 buah botol yang berukuran 100 ml dan ditambahkan dengan bahan pengawet CaO sebanyak 0,005%
b. 3 botol disimpan pada suhu ruang dan 3 botol lainnya disimpan dalam refrigerator
c. Lakukan pengamatan pada hari ke 0,2,4,dan 7 hari, terhadap pH, indeks bias, kadar gula, warna, rasa dan aroma






Pati termodifikasi
Berkembangnya ilmu pengetahuan tentang struktur molekul pati, menyebabkan para ahli melakukan modifikasi struktur alami pati. Modifikasi pati agar dapat memenuhi persyaratan dalam menghasilkan produk makanan tertentu. Untuk memperoleh karakteristik pati yang diinginkan, maka perlu dilakukan modifikasi pada sifat-sifat rheologi.
Modifikasi ini dapat dilakukan dengan cross linking, konversi dengan hidrolisis asam, cara oksidasi dan derivatisasi kimia. Salah satu termodifikasi terhadap sifat-sifat rheologi pati yang pertama kali adalah modifikasi hidrolisis asam. Cara ini dilakukan suspensi pati dalam air, dipanaskan di bawah suhu gelatinisasi.
Suhu awal gelatinisasi adalah saat terjadinya peningkatan viskositas, yaitu terjadinya pembekakan granula pati. Sewaktu suhu dinaikkan, suspensi pati dihidrolisis dengan penambahan asam encer. Selama pemanasan granula pati akan mengembang, semakin meningkat suhu pemanasan pengembangan granula semakin besar.
Pada proses pengembangan granula akan terjadi penekanan antargranula, sehingga viskositas pati akan naik. Hidrolisis dihentikan setelah dicapai kekentalan yang diinginkan. Pati yang tertermodifikasi asam dibuat dengan mengontrol hidrolisis pati dengan asam dalam suatu suspensi. Konversi berlangsung pada suhu 50 derajat Celsius di bawah suhu gelatinisasi pati. Prinsipnya adalah memotong ikatan (alfa)-1,4-glukosida dan (alfa)-1,6-glukosida dari amilopektin, sehingga ukuran pati menjadi lebih kecil dan meningkatkan kecenderungan pasta untuk menjadi gel.
Berdasarkan laporan penelitian, ternyata untuk modifikasi pati kentang dapat dilakukan dengan perendaman dalam asam klorida 7,5% selama 3 hari pada suhu 40 derajat Celsius. Bila dilakukan pada suhu kamar (23 derajat Celsius-29 derajat Celsius), maka digunakan perendaman dengan asam klorida 7% selama seminggu. Jika suhu dinaikkan maka konsentrasi dari asam klorida bisa di rendahkan dan waktu perendamannya bisa dipersingkat.
Pati tertermodifikasi dengan hidrolisa asam klorida menghasilkan pati yang strukturnya lebih renggang, sehingga air lebih mudah menguap pada waktu pengeringan. Struktur pati yang agak rapat akan lebih tinggi daya ikat airnya, selain itu terjadi pemutusan ikatan hidrogen pada rantai linier dan berkurangnya daerah amorf yang mudah dimasuki air.
Penelitian pada pati dari beras dengan modifikasi asam klorida, menunjukkan, kadar air lebih rendah dibandingkan pati yang belum mengalami modifikasi. Kadar abunya cenderung meningkat. Abu merupakan zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan. Mineral dalam suatu bahan merupakan garam organik (seperti garam-garam malat, oksalat, asetat, pektat) dan garam anorganik (seperti garam fosfat, karbonat, klorida, sulfat dan nitrat). Sedangkan kandungan protein dan lemaknya adalah cenderung menurun. Protein merupakan sumber asam-asam amino yang mengandung unsur C,H,O dan N yang tidak dimiliki oleh karbohidrat atau lemak. Lemak dalam campuran pati diduga menghambat proses gelatinisasi pati. Sebagian besar lemak diabsorpsi oleh permukaan granula sehingga terbentuk lapisan lipid yang bersifat hidrofobik. Lapisan ini akan menghambat pengikatan air oleh granula pati. Untuk kadar pati yang tidak termodifikasi adalah sekira 71 %, tetapi ketika dilakukan modifikasi asam, kadar pati cenderung meningkat yaitu sekitar 80 %. Jadi hasil dari modifikasi sangat signifikan untuk mendapatkan kadar pati yang lebih tinggi.
Kemampuan daya serap air dari pati termodifikasi adalah lebih tinggi dibandingkan yang tidak termodifikasi. Tingginya daya serap air ini dihubungkan dengan kemampuan produk untuk mempertahankan tingkat kadar air terhadap kelembaban lingkungan dan peranan gugus hidrofilik pada susunan molekulnya. Air akan memasuki daerah amorf dan granula. Penyerapan adalah sekira 20 -25% dari total beratnya. Keadaan ini menyebabkan granula mengembang.
Dunia industri makanan sudah mulai melirik penggunaan pati termodifikasi ini sebagai bahan penolong bagi produk makanan tertentu. Pati termodifikasi berfungsi sebagai bahan pengisi, pengental, pengemulsi dan pemantap bagi makanan. Dengan penambahan pati termodifikasi produk makanan akan mempunyai keunggulan kualitas baik dari penampakan secara fisik, rasa, konsistensi, warna, zat gizi atau pun proses pengolahan yang lebih mudah dan cepat. Salah satu contoh penggunaan pati termodifikasi adalah sebagai bahan pengisi dalam pembuatan permen gum, memberikan sifat produk yang lebih padat.
Ubikayu (Mannihot esculenta)
Singkong atau ubi kayu berasal dari Brazil, Amerika Selatan, yang menyebar ke Asia pada awal abad ke-17 dibawa oleh pedagang Spanyol dari Mexico ke Philipina. Kemudian menyebar ke Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Ubikayu merupakan makanan pokok di beberapa negara Afrika. Di samping sebagai bahan makanan, ubikayu juga dapat digunakan sebagai bahan baku industri dan pakan ternak. Ubinya mengandung air sekitar 60%, pati (25-35%), protein, mineral, serat, kalsium, dan fosfat. Ubi kayu merupakan sumber energi yang lebih tinggi dibanding padi, jagung, ubi jalar, dan sorgum.
Ubikayu mengandung HCN yang terdapat di dalam umbi, dan daunnya. Untuk keperluan makanan dan pakan ternak digunakan ubi kayu yang kadar HCN-nya rendah (kurang dari 50 ppm). Sedangkan untuk bahan industri digunakan ubikayu yang berkadar HCN tinggi.
Tepung Tapioka
Tapioka adalah tepung dengan bahan baku ubi kayu atau ketela pohon dan merupakan salah satu bahan untuk keperluan industri makanan, industri farmasi, industri tekstil, industri perekat, dll. Teknologi pembuatan tapioka pada industri kecil adalah sebagai berikut :
- Pengupasan kulit dilakukan dengan tenaga manusia dengan menggunakan pisau
- Pencucian dilakukan dengan cara menyemprotkan air bersih
- Pemarutan dilakukan secara mekanis yang digerakkan dengan mesin diesel. Hasil parutan adalah bubur ketela. Pada tahap ini air ditambahkan agar pemarutan lebih lancar.
- Pemerasan dan penyaringan (pengekstrakan)
Pengekstrakan pati dilakukan dengan tangan manusia, diatas kain kasa. Dari atas dialirkan air sedikit demi sedikit menggunakan gayung yang dikerjakan dengan tenaga manusia. Pengekstrakan dilakukan secara mekanis, yaitu menggunakan saringan bergetar. Saringannya berupa kasa halus. Diatas saringan bergetar tersebut air disemprotkan melalui pipa-pipa. Untuk memberikan tekanan yang tinggi digunakan pompa yang digerakkan dengan mesin diesel.
Pengendapan pati dilakukan di dalam bak-bak pengendapan. Bak pengendapan biasanya terbuat dari kayu, pasangan batu bata yang dilapisi porselin, pasangan batu bata biasa atau beton, bahkan ada bak pengendap yang dasarnya diberi alas kaca atau kayu. Lama pengendapan yang baik adalah empat jam dan pembuangan air tidak boleh lebih dari satu jam, karena setelah lima jam sudah mulai terjadi pembusukan.
Setelah pengendapan dianggap cukup, air yang diatas dibuang sebagai limbah cair dan tepung tapioka basah diambil. Beberapa pengrajin menambah bak pengendap lagi untuk mengendapkan limbah cair sebelum dibuang. Hasil endapannya dinamakan lindur atau elot yaitu pati yang kualitasnya jelek. Cara ini dapat menekan beban pencemaran. Setelah pati diambil, diletakkan pada tampi-tampi bambu, kemudian dijemur di bawah sinar matahari.
Pati hasil pengeringan masih kasar, sehingga perlu digiling dan dilakukan penyaringan untuk menghasilkan tapioka halus. Rendemen pati biasanya berkisar antara 19% - 25%.

Pati termodifikasi
Bahan:
 Berbagai jenis pati (tepung beras, tepung ketan, tepung tapioca, tepung sagu, tepung jegung, tepung gandum)
 Air destilata, NaOH, HCl, Metanol atau etanol.

Alat:
Erlemeyer, pipet, gelas ukur, gelas piala, pH-meter atau kertas PH, penyaring vakum, oven, kertas saring.

Cara Kerja:
1. Thin Boiling Starches ( modifikasi asam )
a) Siapkan suspensi masing-masing jenis apti dengan konsentrasi 40 %
b) Panaskan pada suhu 25-55oC
c) Tambahkan HCL 15% (klp VI = 35 ml)
d) Netralkan dengan larutan soda abu
e) Saring kemudian keringkan di dalam oven
f) Bandingkan hasil modifikasi dari berbagai jenis pati dengan berbagai dosis penambahan HCl (25ml, 30ml, 35ml, 40ml, 45ml)
2. Cold Water Swelling Starches
a) Siapkan suspensi masing-masing jenis pati denga tingkat konsentrasi ( klp VI = 30%)
b) Panaskan suspensi pati tersebut hingga mencapai titik gelatinisasi (menjadi gel semua)
c) Tambahkan pelarut organic (methanol atau etanol) sejumlah sama dengan total suspensi kemudian aduk sampai rata
d) Uapkan dan keringkan dalam oven
e) Bandingkan hasil modifikasi dari berbagai jenis pati dengan berbagai tingkat konsentrasi ( 10,20,30,40,50 persen)









Pengawetan gula semut
Pembuatan gula semut memerlukan nira yang masih baik dan segar sehingga perlu diberiakn perhatian ekstra pada proses penyiapanm penyadapan dan penyadapan nira , agar dihasil kan nira yang baik dan tidak asam. Nira hasil saringan dimasak pada sushu sekitar 110 C di dalam wajan sambil ter8us diaduk. Pada saat nira mulai mendidih, kotoran aakan terapuyng bersama- sama busa ke permukaan. Kotoran dan busa ini harus dihgilangkan dari nira
Untuk menjaga agar busa tidaki meluap ke luar wajan maka sewaktu- waktu diadul dan ditambahkan minyak goreng . dipergunakan minyalk kelapa untuk mengurangi total padatan gula semut yang dihasilkan.
Pemasakan selanjutnya sampai sedikit lebih tua dari yang dugunakan untuk membuat gula cetak. Perekat nira dalam wajan selanjutnya didinginkan lebih kurang 110 menit tanpa diaduk. Setelah itu dilakukan pengadukan dengan pengaduk yang berbentuk garpu secara perlahan lahan dan setelah terjadfi kristalisasi pengadukan dipercepat hingga diperoleh gula yang berbentuk serbuk . gula yang dihasilkan dipendahkan ke wadah laain dan dibiarkan dingin. Aapaabila gulaa semut yang dihasilkan masih basah, maka dapat dilakukan penjemuran dengan sinar matahari untuk mendapatkan gula semut dengan kadar air yang sesuai. Sebaiknya dilakukan pengayakan dan dikemas dalam kantong plastik atau dalam botol gelas.


Pengawetan gula semut
Bahan:
 Nira tebu atau nira aren sebanyak 2 liter/klp
 Minyak kelapa sekitar 5 ml

Alat:
Wajan, saringan/kain saring, timbangan, kompor, pengaduk dari kayu.

Cara Kerja:
a. Nira yang diperoleh dari hasil penyadapan masih mengandung beberapa jenis kotoran, disaring dengan menggunakan kain saring atau saring
b. Nira dipanaskan dengan wajan. Jangan menggunakan api yang terlalau besar tetapi cukup untuk mendidihkan nira
c. Setalah nira mulai mendidih, bila ada buih-buih menggunpal harus diangnkat dengan menggunakan saringan
d. Nira yangn mendidih semakin lama akan menimbulkan buih yang banyak. Tambahkan satu sendaok makan minyak kelapa ataua kalapa parut untuk mencegah terbentukknya buih
e. Lakukan pengujian kemasakan nira. Ambil nira dengan pengaduk, lalu diteteskan secara berputar/ melingkjar ke dalam air, bila diperoleh benang-benang gula yang mudah putus dan keras berarti olahan nira sudah masak.
f. Olahan nira diangkat dari atas api dan dinginkan, sambil diaduk terus-menerus dengan kuat sehingga terbentuk kristal gula semut, berupa butiran-butiran halus
g. Gula semut kasar yang diperoleh, digerus dengan menggunakan alat penggerus pada wajan
h. Setelah dingin lalu diayak sehingga diperoleh gula semut yang cukup seragam

Pengamatan:
Lakukan pengamatan terhadap bahan baku nmira (ph, indeks bias, kadar gula, warna, rasa dan aroma), perubahan selama proses dan produk gula semut (Ph, indeks bias, kadar gula, warna, rasa, dan aroma).



Pembuatan gula merah
Nira mempunyai sifat mudah menjadi asam karena adanya proses fermentasi dari bakteri Saccharomyces sp. Oleh karena itu nira harus segera diolah setelah diambil dari batan pohon. Paling lambat 90 menit s/d 2 jam harus segera dikeluarkan dari bumbung. Pengolahan nira yang termudah yaitu menjadikannya gula merah atau istilah lainnya saka.
Nira dituangkan sambil disaring dengan kasa kawat yang dibuat dari bahan tembaga. Kemudian ditaruh diatas tungku perapian untuk segera dipanasi (direbus). Pemanasan ini berlangsung selama 1-3 jam tergantung dari banyaknya volume nira. Pemanasan tersebut dilakuakn sambil terus melakukan pengadukan. Buih yang terbentuk segera dikeluarklan agar tidak dhasilkan nira dengan warna yang gelap (hitam). Setelah kental kurang lebih 8% dari vol awal pemanasan dihentikan.
Cairan nira yang kental harus segera dicetak karena pabila tidak dicetak cairan tersebut akan dingin secara cepat dan mengeras. Pencetakan dilakukan biasanya dalam tempurung kelapa yang dibelah atau bambu yang telah dibuat dalam ukuran tertentu. Penuangan kepencetak dilekukan dalam dua tahap yaitu pertama 30% dan kedua 70% bagian hal ini dilakuakn agar dihasilkan gula merah yang kompak dantidak mudah pecah ketika sudah mengeras.
Gula merah banyak digunakan oleh masyarakat sebagai bahan pemanis untuk masakan, makanan atau minuman tradisional seperti dawet, onde-onde, pinyaram, dll. Rasanya yang manis dan warna kecoklatan disukai dan biasa dijadikan warna untuk bahan makanan atau minuman tersebut.
Kandungan gizi gula merah dari nira aren (Nilai per 100 gram porsi makanan)
Air, 4 g
Energi, 368 kcal
Karbohidrat, 95 g
Kalsium, 75 mg
Fosfor, 35 mg
Besi, 3 mg

Pembuatan gula merah
Bahan:
Tebu, dan minyak nabati.

Alat:
Wajan, saringan, kompor, pengaduk dari kayu dan cetakan.

Cara Kerja:
1. Nira yang dihasilkan dari perasan tebu, disaring kemudian ditimbang
2. Masukkan ke dalam wajan dan panaskan untuk menguapkan airnya menggunakan api yang cukup besar, apabila cairan mulai mengental api dikecilkan dan bila berbuih atau meletup-letup tambahakan minyak goring sebanyak 1 sendok makan
3. Lakukan pemasakan nira sampai mengental sambil diaduk-aduk agar tidak hangus atau lengket pada wajan
4. Uji kemasakan nira dengan mengambil nira dengan pengaduk, lalu teteskan nira pada air dingin sambil diputar sehingga membentuk benang melingkar, bila diperoleh benang gula yang keras dan mudah dipatahkan, berarti nira sudah masal
5. Siapkan cetakan dari bambu atau tempurung kelapa yang sudah direndam dalam air
6. Setelah nira matang, wajan diangkat dari api dan nira dituangkan dalam cetakan
7. Setelah gula dalam cetakan mengeras, maka gula dapat dikeluiarkan dari cetakan
Pengamatan :
- nira : Volume, pH, warna, rasa dan aroma
- gula merah : berat gula merah, warna, rasa dan aroma


Pembuatan gula cair
Gula cair meupakan salah atu alternatif dari pengolahan nira (dari tebu, aren atau yang lainnya) yang dapat dilakukan dengan mudah. Pengolahannya sama dengan pengolahan pembuatan gula merah yaitu dengan pemanasan, tetapi tidak dilakukan sampai kental dan mengeras. Pemanasan dilakukan dengan suhu tinggi dan dihentikan sampai kadar gula 20% dari volume awal dan terbentuk sirup bening gelap yang tidak teralu kental.
Pemanasan dengan suhu tinggi bertujuan agar nira yang dipanaskan membentuk gula inversi sehingga keadaan cairnya bisa dipertahankan. Gula cair ini akan tahan lama dan mudah untuk digunakan sabagai pemanis dalam makanan tanpa harus melakukan pengenceran terlebih dahulu.


Pembuatan gula cair
Bahan:
Pati, NaOH 1 N, aranngf aktif dan iod.

Alat:
Erlemeyer, neraca, pipet tetes, autoclove.

Prosedur:
a. Timbang 100 g pati, tambahkan air sebanyak 300 ml,aduk rata
b. Tambahkan hcl 1 n sampai 2 – 2,5 lalu erlemeyer ditutup
c. Hidrolisis dengan autoclave selama 1 jam
d. Uji dengan iod bila pati masih positif, hidrolisis dilanjutkan
e. Bila pati sudah negative, naikkan ph larutanh dengan naoh sampai ph 4,5 – 5,0
f. Masukkan arang aktif sebanyak 1-2% dari bobot pati, lalu dipanaskan pada suhu 80oc selama 1 jam sambil diaduk
g. Saring dengan kertas saring sampai diperoleh larutan jernih
h. Kentalkan sirup di penangas air sampai diperoleh kadar bahan kering 70-80%
i. Hitung rendeman

Tidak ada komentar:

Posting Komentar