Rabu, 23 Juni 2010

potensi limbah kulit

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Salah satu permasalahan besar yang dihadapi Indonesia saat ini adalah kelangkaan energi bahan bakar yang menjadi semakin krusial karena semakin meningkatnya populasi masyarakat Indonesia. Kebutuhan energi juga digunakan untuk memenuhi sarana transportasi dan aktivitas industri selain untuk memenuhi kebutuhan aktivitas ekonomi dan sosial dalam skala rumah tangga. Semakin terbatasnya jumlah bahan bakar fosil mulai dapat dirasakan dampaknya, sebagai bentuk awalnya, jumlah minyak tanah semakin menipis. Mulai tahun 2008 Pemerintah kita melakukan konversi pemakaian minyak tanah menjadi gas elpiji untuk keperluan sehari-hari. Namun pemanfaatan gas elpijji dalam prakteknya menemui beberapa kesulitan, misalnya kendala dalam pendistribusian ke daerah-daerah. Di Surabaya, Pejabat Asisten Manajer Eksternal Relation PT Pertamina Unit Pemasaran V Eviyanti R mengatakan bahwa konversi minyak tanah ke elpiji baru mencapai 50 persen hingga 60 persen. Kekhawatiran masyarakat memakai tabung elpiji merupakan penyebab utama masyarakat enggan memakai elpiji. Pasokan elpiji seringkali terhambat padahal diharapkan dapat berperan sebagai solusi kelangkaan energi.
Pemanfaatan ini tepat digunakan dan diaplikasikan di masyarakat Indonesia sebagai solusi permasalahan kelangkaan energi yang kian marak. Kompas (19/11) menyampaikan bahwa terjadi kelangkaan akses elpiji di region II yang meliputi wilayah Jabodetabek, Kalimantan Barat, Kerawang, Purwakarta, Cianjur, Sukabumi, Banten, Bandung, Jawa Barat bagian Selatan, Cirebon, Majalaya, dan Kuningan. Di kawasan ini, permintaan elpiji mencapai 97.500 metrik ton atau sama dengan persediaan yang ada sebanyak 97.500 metrik ton. Sementara itu, stok elpiji di region III yang meliputi Jawa Tengah bagian utara, Jawa Tengah Selatan, dan Yogyakarta juga terbatas. Persediaan elpiji di sekitar Jawa Tengah dan Yogyakarta sebesar 22.500 metrik ton namun konsumsi yang ada hanya mencapai 21.834 metrik ton. Hal serupa terjadi pula di region IV yang meliputi Jawa Timur, Bali, dan Nusa Tenggara. Persediaan elpiji di daerah tersebut mencapai 39.500 metrik ton sedangkan konsumsi elpiji mencapai 25.957 metrik ton.
Kelangkaan minyak tanah yang kemudian disusul dengan sulitnya mengakses elpiji sebagai konversi minyak tanah memicu munculnya kebutuhan akan sumber energi alternatif, bahkan energi yang terbarukan. Hal ini tertera dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional, yang menyatakan bahwa pemerintah mengajak kepada seluruh pihak maupun kalangan masyarakat Indonesia untuk mensukseskan pengembangan sumber energi alternatif pengganti Bahan Bakar Minyak. Sumber energi terbarukan (renewable) dibutuhkan untuk penyediaan sumber energi secara berkesinambungan (sustainable). Hal ini akan lebih baik lagi apabila berasal dari limbah, sehingga dapat menurunkan biaya produksi dan mengurangi efek negatif penumpukan limbah terhadap lingkungan.
Limbah kulit singkong adalah limbah yang berasal dari perkebunan singkong, pabrik tepung tapioka, pabrik produk olahan singkong, dan juga pabrik tape atau peuyeum di berbagai daerah di Indonesia. Produksi singkong di Indonesia sangat besar karena Indonesia termasuk sebagai negara kelima terbesar di dunia yang menghasilkan singkong (Deptan, 2005). Jumlah industri pengolahan singkong di Indonesia banyak sehingga dapat ditarik korelasi positif bahwa tingginya jumlah olahan singkong akan menghasilkan semakin banyak limbah kulit singkong. Setiap singkong dapat menghasilkan 10 – 15% limbah kulit singkong. Limbah kulit singkong dalam jumlah besar ini dapat menyebabkan penumpukkan yang berakibat pada perusakan lingkungan (Nduponipop, 2008).
Jumlah kulit singkong yang berada dalam jumlah masif ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku energi terbarukan yang ramah lingkungan, karena berperan sebagai sumber energi terbarukan, pemanfaatan limbah kulit ubi kayu yang dapat berdampak negatif pada lingkungan serta memberikan nilai tambah pada limbah. Selain itu, limbah kulit singkong berpotensi untuk menjadi sumber energi terbarukan karena perannya sebagai limbah biomassa yang dapat diolah menjadi biobriket sebagai alternatif bahan bakar.

1.2. Perumusan Masalah
Kasus kelangkaan energi menunjukkan diperlukannya solusi berupa bahan bakar alternatif, yang tidak hanya bersifat terbarukan namun juga aplikatif di masyarakat. Limbah biomassa yang dipilih terdapat dalam jumlah melimpah di Indonesia dan tidak termanfaatkan dengan optimal, yaitu limbah kulit singkong. Pemanfaatan menjadi bahan bakar alternatif terbarukan ini juga memberikan dampak positif lainnya, yaitu pengurangan efek negatif limbah kulit singkong terhadap lingkungan serta memberikan nilai tambah bagi produk limbah itu sendiri.

1.3. Tujuan
Tujuan dari karya tulis ini adalah menemukan alternatif bahan bakar baru selain bahan bakar fosil, mengurangi jumlah limbah kulit singkong, memberikan nilai tambah pada limbah kulit singkong, dan menjadi suatu wujud solusi permasalahan kelangkaan energi di Indonesia melalui biobriket.

1.4. Kegunaan
Kegunaan dari program ini adalah memberikan suatu solusi terhadap permasalahan kelangkaan energi di Indonesia melalui bentuk biobriket dari limbah kulit singkong yang terdapat dalam jumlah masif di Indonesia, sehingga dapat menjadi suatu wujud penyelesaian masalah suplai energi di masyarakat, salah satu alternatif wujud pengabdian masyarakat oleh industri (CSR atau corporate social responsibility), serta rujukan program yang dapat didukung oleh Pemerintah.







2. TELAAH PUSTAKA

2.1. Limbah Kulit Singkong
Ubi kayu merupakan tanaman yang banyak terdapat di Indonesia. Ubi kayu dikenal di Indonesia dengan nama lain ketela pohon atau singkong (Gambar 1(a).). Ubi kayu memiliki nama botani Manihot esculenta Crantz tapi lebih dikenal dengan nama lain Manihot utilissima. Tanaman ubi kayu termasuk ke dalam kingdom Plantae, divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Dicotyledonae, famili Euphorbiaceae, genus Manihot dengan spesies esculenta Crantz dengan berbagai varietas (Rukmana, 1997).
Laporan United Nation Industrial Development Organizatin (UNIDO) menunjukkan bahwa Indonesia merupakan negara penghasil ubi kayu terbesar kedua di Asia setelah Thailand, sementara di dunia menempati urutan kelima setelah Nigeria, Brazil, Thailand, dan Kongo (Deptan, 2005). Tabel 1. menunjukkan produksi hasil pertanian sekunder di Indonesia pada tahun 2004-2008 dalam satuan ton.
Tabel 1. Produksi hasil pertanian sekunder di Indonesia (Ton)( BPS, 2008)
Tahun Jagung Kedelai Singkong Ubi jalar
2004 11.225.243 723.483 19.424.707 1.901.802
2005 12.523.894 808.353 19.321.183 1.856.969
2006 11.609.463 747.611 19.986.640 1.854.238
2007 13.287.527 592.534 19.988.058 1.886.852
2008 16.323.922 776.491 21.593.053 1.876.944

Umumnya, ubi kayu atau yang lebih dikenal dengan singkong ini dimanfaatkan sebagai bahan baku untuk pangan, misalnya untuk keripik, singkong goreng, industri tape dan industri tapioka. Dari seluruh pemanfaatan tersebut, terdapat limbah padat yang dihasilkan, yaitu onggok dari industri tapioka dan kulit singkong dari semua jenis penggunaan.
Selama ini, kulit ubi kayu masih jarang dimanfaatkan secara optimal. Menurut Grace (1977), kulit ubi kayu pada umumnya hanya digunakan sebgai makanan ternak dan sebgai makanan ringan seperti keripik (dengan cara digoreng). Kulit ubi kayu dengan mudah dapat dipisahkan dari umbinya dengan ketebalan 2-3 mm (Gambar 1(b).). Menurut Grace (1977), persentase kulit ubi kayu yang dihasilkan berkisar antara 8-15% dari berat umbi yang dikupas, dengan kandungan karbohidrat sekitar 50% dari kandungan karbohidrat bagian umbinya. Menurut Henie (2008), kulit singkong memiliki rataan nilai kadar air sebesar 10.06-13.14%, rataan nilai daya serap air berkisar 82.49%-169.78%, rataan nilai pengembangan tebal sekitar 35.70-102.30%, dan rataan nilai kerapatannya berkisar 0.86-0.87g/cm3.

Gambar 1. (a) Singkong (b) Kulit singkong.
Kulit ubi kayu mempunyai komposisi yang terdiri dari karbohidrat dan serat. Menurut Djaeni (1989), kulit ubi kayu mengandung ikatan glikosida sianogenik yaitu suatu ikatan organik yang dapat menghasilkan racun dalam jumlah 0.1% yang dikenal sebagai racun biru (linamarin). Oleh karena itu, pemanfaatann kulit ubi kayu belum terlalu luas. Namun sebenarnya racun tersebut dapat dihilangkan dengan cara menguapkannya atau mengeringkannya pada suhu tinggi.

2.2. Biobriket dan Teknologi Biobriket
Biobriket adalah briket yang dibuat dari bahan biomassa atau limbah biomassa. Biobriket banyak diterapkan di negara-negara asia bagian selatan seperti Indonesia, India,dan Thailand (Bhattacharya et al., 1985). Briket merupakan suatu hasil pemanfaatan biomassa dengan metode densifikasi atau pengempaan (Lab. Energi dan Elektrifikasi Pertanian IPB, 2008). Hasil densifikasi akan menghasilkan bentuk yang lebih teratur dan padat. Proses densifikasi dalam pembuatan briket dilakukan dengan cara memadatkan bahan menjadi datu kesatuan sehingga lebih mudah dalam penanganannya. Metoda penanganan pada bahan dasar yang akan dibuat briket biasanya dilakukan pada jenis bahan yang berukuran kecil serta dalam jumlah yang melimpah. Selain itu, biomassa atau limbah biomassa yang digunakan sebagai bahan dasar briket pada umumnya mempunyai bentuk serbuk atau berbentuk curah sehingga penanganan maupun penggunaannya sebagai bahan bakar kurang efisien. Penanganan untuk menghasilkan briket yang berasal dari bahan yang tidak berukuran kecil memerlukan proses pengecilan bahan terlebih dahulu. Hal ini ditujukan agar diperoleh ukuran yang seragam serta efisiensi dalam proses pengempaan. Pada gambar berikut ini dapat dilihat tahapan pembuatan biobriket secara manual (Gambar 2.).









Gambar 2. Bagan alir lengkap pembuatan biobriket.
Pembuatan briket dengan cara pengempaan ini dapat dilakukan dengan alat kempa sederhana dan dapat dioperasikan secara manual. Alat kempa dapat dilihat pada Gambar 3 (a). Dalam proses pengempaan, umumnya digunakan perekat yang terbuat dari tapioka. Menurut Rustini (2004), penggunaan perekat tapioka ini menimbulkan asap yang relatif lebih sedikit dibandingkan dengan perekat lainnya. Kadar perekat yang digunakan tidak lebih dari 5% karena dapat menurunkan mutu briket karena sifatnya yang menaikkan kelembapan briket. Setelah direkatkan, briket diarangkan dengan proses yang disebut pirolisis.
Pirolisis merupakan proses penguraian biomassa karena panas (Hayati et al., 2008). Pirolisis dapat berlangsung melalui panas yang dihasilkan yaitu pada suhu lebih dari 150o. Pirolisis mempunyai manfaat untuk meningkatkan nilai kalor, memgurangi asap saat pembakaran, menurunkan kadar air dan mempermudah pemyimpanan dan pendistribusian. Berdasarkan tingkatan proses pirolisa yang dilakukan, proses pirolisa dapat digolongkan menjadi pirolisa primer dan pirolisa sekunder. Pirolisa primer adalah proses yang terjadi secara langsung terhadap bahan bakunya. Pirolisa sekunder adalah proses yang terjadi pada bahan partikel yang merupakan kelanjutan dari hasil gas atau uap sebagai hasil dari pirolisa primer. Pirolisis juga dapat diartikan sebagai proses penguraian panas tanpa melibatkan gas oksigen dari udara secara langsung. Hasil pirolisis dikenal sebagai arang. Setelah diarangkan, briket harus mengalami pengeringan. Kegiatan pengeringan dilakukan untuk mengurangi kadar air. Tangki pirolisis dapat dilihat pada Gambar 3(b).

Gambar 3. (a) Alat kempa manual (b) Alat pyrolysis
(Lab. Energi dan Elektrifikasi Pertanian IPB, 2008).
Pembuatan biobriket dapat menghasilkan produk biobriket dengan berbagai hasil. Perbedaan ini terlihat dari jenis bahan baku, kadar air bahan baku (Yaman et al., 2001), kekuatan tekanan dalam pemgempaan (Ooi dan Shiddiqui, 1999). Semakin tinggi kadar air, kekuaran dari biobriket semakin lemah (Tabel 2.). Semakin tinggi tekanan yang diberikan,maka kekuatan dari briket akan semakin besar dan nilai kalor serta densitas juga bertambah (Gambar 4 (a).), namun laju pembakaran berkurang (Gambar 4 (b).).

Tabel 2. Hubungan kadar air dan kekuatan biobriket (Yaman et al., 2001)


Gambar 4. (a) Hubungan tekanan dan densitas (b) Hubungan tekanan dan laju pembakaran (Ooi dan Shiddiqui, 1999).







3. METODE PENULISAN

3.1. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan pengkajian bahan-bahan bacaan dalam buku, skripsi, jurnal, jurnal elektronik, dan literatur-literatur lainnya yang berkaitan dengan kelangkaan energi di Indonesia, biobriket, teknologi proses pembuatan biobriket, biomassa dan limbah biomassa untuk mempermudah dalam memahami permasalahan yang diungkapkan dalam karya ilmiah ini.

3.2. Pengolahan Data
Melalui bahan-bahan bacaan di atas, dilakukan pengkajian, penyeleksian, dan pencarian solusi atas masalah yang dihadapi, serta penarikan kesimpulan, sehingga kesimpulan akhir yang didapat relevan dengan masalah di lapangan.

3.3. Kerangka Pemikiran
Berdasarkan kedua hal diatas, maka kerangka pemikiran dikembangkan dengan menyadari pentingnya energi alternatif yang bersifat terbarukan, menganalisis adanya potensi dari limbah kulit singkong, kemudian dilakukan kajian sifat-sifat biobriket sebagai bahan bakar yang ramah lingkungan dan aplikatif di masyarakat. Selanjutnya, dilakukan penyeleksian berbagai bahan dan metode pembuatan biobriket yang lebih murah dan efisien kemudian dilanjutkan dengan pengkajian terhadap limbah kulit ubi kayu sebagai bahan baku karena memiliki syarat-syarat yang sesuai.








4. ANALISIS DAN SINTESIS

4.1. Potensi Biobriket sebagai Solusi Kelangkaan Energi
Biobriket umumnya digunakan untuk kebutuhan kalor dalam memasak. Bahan lain yang biasanya digunakan adalah batu bara, minyak tanah serta gas elpiji. Peluang pasar dari biobriket cukup menjanjikan, khususnya jika dilihat dari beberapa aspek seperti harga BBM yang tinggi, pengurangan suplai BBM khususnya minyak tanah yang merupakan produk impor, briket Batubara mempunyai beberapa kelemahan, dan sulitnya distribusi gas elpiji khusunya bagi masyarakat di daerah pinggiran kota (Suyitno, 2008 dan Kompas 19/11)
Biobriket dapat dikatakan lebih unggul daripada briket batubara karena briket biomasa relatif lebih mudah dinyalakan daripada briket batubara akibat titik lelehnya yang rendah. Bau yang dikeluarkan dari pembakaran biobriket juga tidak terlalu menyengat sebagaimana bau yang dikeluarkan selama pembakaran batubara. Memang kandungan kalor dari biomasa yang lebih rendah menyebabkan jumlah briket yang diperlukan untuk keperluan yang sama relatif lebih banyak dibanding batubara dan minyak tanah, namun dengan teknik karbonisasi, nilai kalor dari briket biomasa dapat ditingkatkan lagi. Jika dilihat dari aspek polusinya, biobriket jauh lebih rendah polusinya dibandingkan polusi dari pembakaran batubara karena biobriket mempunyai kadar sulfur yang kurang dari 1% (Anonim, 2008). Dari sejumlah pengalaman terlihat bahwa dengan menggunakan biobriket yang nilai kalornya setara dengan 0,76 liter minyak tanah akan terjadi penghematan biaya bahan bakar sebesar 40-56% dengan asumsi harga minyak tanah Rp. 3.500.liter (Anonim, 2008).
Biobriket merupakan peluang yang baik dalam menjadi solusi permasalahan kelangkaan energi bagi rumah tangga karena harga yang relatif murah, nilai kalor yang dapat bersaing, lebih mudah dalam penyalaan, tidak menghasilkan bau saat digunakan, kandungan sulfur rendah sehingga tidak berbahaya bagi kesehatan, bahan baku melimpah, masyarakat sudah familiar dengan biobriket khususnya briket yang berasal dari kayu dan mudah untuk dihasilkan sendiri oleh masyarakat karena tidak memerlukan teknologi yang tinggi sehingga masyarakat tidak tergantung dari daerah maupun negara lain dalam pemenuhan kebutuhannya.

4.2. Potensi Kulit Singkong sebagai Bahan Baku Biobriket
Ubi kayu yang juga dikenal sebagai singkong merupakan tanaman yang banyak diperoleh di Indonesia. Indonesia memanfaatkan ubi kayu sebagai makanan (singkong goreng, tape, keripik singkong) dan bahan baku pembuatan produk-produk hasil fermentasi seperti asam asetat, bio-etanol, poly-lactic acid untuk biodegradable plastic. Umumnya, pembuatan produk-produk tersebut hanya memanfaatkan isi atau bagian dalam dari ubi kayu tersebut dan tidak memanfaatkan kulitnya. Pemanfaatan kulit ubi kayu sebagai produk makanan juga sulit untuk diterapkan karena kandungan sianida produk yang tinggi. Sianida adalah komponen yang terdapat pada ubi kayu yang dapat bersifat toksik bagi tubuh dan sehingga tidak baik untuk dikonsumsi jika berada dalam konsentrasi yang tinggi (Sugiono, 2007)
Ketersediaan ubi kayu juga banyak di Indonesia. Laporan United Nation Industrial Development Organizatin (UNIDO) menunjukkan bahwa Indonesia merupakan negara penghasil ubi kayu terbesar kedua di Asia setelah Thailand, sementara di dunia menempati urutan kelima setelah Nigeria, Brazil, Thailand, dan Kongo (Deptan, 2005). Produksi ubi kayu di Indonesia juga meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2008, produksi ubi kayu telah mencapai lebih dari dua puluh juta ton dan merupakan produk pertanian sekunder yang paling tinggi produksinya (BPS, 2008).
Umumnya, pembeli ubi kayu hanya memanfaatkan bagian dalam dari ubi kayu sehingga hampir semua kulit ubi kayu dibuang. Kulit ubi kayu mempunyai berat sebesar 10-15% dari total berat ubi kayu (Hayati el al., 2008) Berdasarkan perhitungan, jumlah ubi kayu pada triwulan kedua dapat menghasilkan sekitar 21.593.053 ton. Angka ini merupakan angka yang sangat besar dan mempunyai potensi yang besar jika dimanfaatkan menjadi sesuatu yang berdayaguna tinggi.
Proses pembuatan biobriket dengan adanya proses pembentukkan arang dapat menghasilkan rendemen sebesar 20-30% (Bhattacharya et al., 1985). Berdasarkan perhitungan maka kulit ubi kayu ini dapat menghasilkan produk biobriket sebesar 674.783 ton di Indonesia.

4.3. Prospek Biobriket dari Kulit Singkong

4.3.1. Bidang Ekonomi
Dengan biobriket yang nilai kalornya sekitar setengah dari nilai kalor 1 liter minyak tanah dengan harga jual sekitar Rp 1000 akan terjadi penghematan biaya bahan bakar sebesar Rp. 1.340/hari bagi yang menggunanakan minyak tanah dan Rp 840/hari bagi yang menggunakan batu bara (Tabel 3.). Dengan data ini memperlihatkan bahwa briket biomasa secara harga akan mampu bersaing dengan batubara dan minyak tanah.
Tabel 3. Penghematan menggunakan biobriket
Parameter Minyak Tanah Briket
batu bara Biobriket kulit singkong
Nilai Kalori 10.000 kkal/ltr 5400 kkal/kg 4.600 kkal/kg
Ekivalen 1 ltr 1,85 kg 2,16 kg
Biaya Rp. 3500 Rp. 2500 Rp. 1.000
Total Rp. 3500 Rp. 3.000 Rp. 2160

Pemanfaatan limbah kulit singkong dapat mengurangi biaya penanganan limbah yang wajib dilakukan oleh industri yang memanfaatkan singkong sebagai bahan baku sesuai dengan AMDAL yang diatur dalam SK Mentri KLH No. 03 tahun 1991 tentang penanganan limbah. Dengan pemanfaatan limbah ini, tidak hanya pemberian nilai tambah pada limbah tetapi juga dapat menghasilkan sebuah industri briket di dekat industri tapioka yang dapat mengurangi angka penggangguran, menghasilkan omset sekitar setengah triliun per tahun dan sekaligus dapat mengurangi limbah.

4.3.2. Bidang Lingkungan
Penggunaan biomassa sebagai bahan baku energi lebih ramah lingkungan karena emisi CO2 hasil pembakaran akan terserap lagi oleh tanaman yang merupakan bahan baku energi tersebut untuk melakukan fotosintesis yang disebut juga sebagai zero net CO2 emission (Gonzales et al., 2008). Hal ini juga merupakan faktor yang mendukung pengembangan sumber energi alternatif yang berasal dari bahan biomassa. Biobriket kulit singkong menghasilkan emisi CO2 yang lebih rendah dibandingkan dengan batubara dan tidak menghasilkan emisi berupa zat-zat kimia (Theodore et al. 1980)
Selain itu, penggunaan limbah kulit singkong dapat mencegah penumpukkan limbah disekitar industri yang memanfaatkan singkong sebagai bahan bakunya. Limbah kulit singkong tidak baik bagi lingkungan karena kandungan sianida (toksik) yang tinggi sehinga dapat mencemari tanah (Nduponipop, 2008). Paparan sianida dalam konsentrasi tinggi dapat menyebabkan kerusakan otak, hati, bahkan koma dan kematian dalam jangka waktu yang pendek. Namun, sianida ini dapat rusak oleh panas, sehingga dalam pemanfaatan limbah kulit singkong, digunakan proses pemanasan (Nduponipop,2008). Pemanfaatan kulit singkong juga jarang digunakan, sehingga banyak menumpuk di beberapa tempat khusunya disekitar industri pembuatan tepung tapioka (pati singkong).

4.3.3. Bidang Energi
Energi yang dihasilkan dari kulit singkong yaitu 4631,1 kalori/gram pada briket kulit luar yang telah dipirolisiis, sedangkan pada briket tanpa pirolisis menghasilkan energi 4442,68 kalori/gram (Hayati el al., 2008). Hal ini disebabkan semakin banyak karbon per gram yang terdapat pada briket dengan pirolisis. Rendemen produk yang dihasilkan dari total berat kulit singkong adalah 20-30% (Bhattacharya et al., 1985 ). Berdasarkan perhitungan, hasil briket yang dapat diperoleh di Indonesia adalah sebesar 675.835 ton. Angka ini merupakan jumlah yang besar yang dapat memenuhi kebutuhan kalori untuk memasak pada rumah tangga. Jika diasumsikan setiap rumah tangga membutuhkan 1 liter per hari maka dengan biobriket dapat memenuhi kebutuhan 616.240 rumah tangga dalam satu tahun.
Perhitungan dimulai dengan memperkirakan nilai kalor minyak tanah adalah 10.000 kkal/liter dengan effisiensi kompor sebesar 20-40% sehingga akan dihasilkan energi riil sebesar 40% x (1 liter x 10.000) = 4000 kkal/hari. Jika dibandingkan dengan niali kalor briket sebesar 4631 kkal/kg dengan effisiensi kompor : 30-40%, sehingga dapat menghasilkan energi riil sebesar 100/30 x 4000 kkal/hari = 13.333,33 kkal/hari. Maka briket yang dibutuhkan perhari supaya dapat memenuhi kebutuhan energi harian adalah 13.333,33 kkal/hari : 4631 kkal/kg = 2,87 kg/hari. jika dibandingkan dengan total produksi briket maka total produksi briket dapat memenuhi kebutuhan (674.783000/(3 x 365)) = 616.240 rumah tangga.
Selain itu, biobriket dari kulit singkong juga mempunyai nilai kalori yang lumayan tinggi jika dibandingkan dengan biobriket lainnya (Tabel 4.). Tabel tersebut menunjukkan bahwa briket dari kulit singkong mempunyai nilai kalor yang dapat bersaing dengan briket lainnya.
Tabel 4. Perbandingan nilai kalori biobriket
(Bhattacharya et al., 1985 dan Hayati et al., 2008)
No. Bahan Nilai Kalori (kkal/kg)
1. Briket dari serbuk gergaji 4820
2. Briket dari sekam 3900
3. Kayu bakau 4390
4. Briket dari kulit singkong 4631


5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Kulit ubi kayu mempunyai potensi dan prospek yang cerah sebagai sumber energi alternatif di Indonesia karena ketersediaanya yang tinggi dan mempunyai niali kalor yang dapat bersaing dengan biomassa laiinya. Selain itu briket dari kulit ubi kayu ini juga mempunyai prospek yang cerah pada bidang lingkungan karena tidak menghasilkan banyak polusi udara dan tanah, ekonomi karena harga yang lebih murah dan ketersediaan energinya sehingga dapat bersaing dengan bahan baku alternatif lainnya.

5.2. Saran
Saran-saran yang diberikan untuk perkembangan pembuatan biobriket dari kulit singkong adalah :
• Dibutuhkan sosialisasi dari potensi briket yang berasal dari ubi kayu
• Perlunya peran pemerintah dan industri pengolah ubi kayu dalam melancarkan pembuatan dan penerapan biobriket dari kulit singkong
• Penelitian lebih lanjut untuk menghasilkan briket dengan karakteristik yang lebih baik seperti niali kalor yang tinggi, polusi rendah dan laju pembakaran tinggi
• Kerjasama berbagai pihat seperti pemerintah, industri pengolah ubi kayu, industri pembuatan asap cair dan masyarakat untuk mendukung terbentuknya industri biobriket dari kulit ubi kayu








DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2008. Biobriket, Briket Ramah Lingkungan. www.briket.co.cc [20 Desember 2008].

Badan Pusat Statistik. 2008. Data jumlah produksi hasil pertanian sekunder di Indonesia. www.bps.go.id. [1 Oktober 2008].

Bhattacharya, S.C., R. Bhatia, M.N. Islam, dan N. Shah. 1985. Densified Biomass in Thailand: Potential, Status and Problems. Biomass 8: 255-266.

Deptan. 2005. Database Pemasaran Internasional Ubi Kayu. Departemen Pertanian. Jakarta.

Djaeni, A. 1987. Ilmu Gizi Jilid 2. Penerbit Dian Rakyat. Jakarta.

González, J. F., S Román, J. M. Encinar, dan G. Martínez. 2008. Pyrolysis of various biomass residues and char utilization for the production of activated carbons Journal of Analytical and Applied Pyrolysis, doi:10.1016.

Grace, M. R. 1977. Cassava Processing: Food and Agriculture Organization. Henniiee. Roma.

Hayati, R., Wina Faradina, Irawan, Pengki, dan Andhini. 2008. Pembuatan dan Analisis Nilai Kalor Briket Kulit Singkong. Fateta IPB. Bogor.

Kompas. 19 November, 2008. Kelangkaan Energi Malanda Sejumlah Daerah di Indonesia, Kompas, hlm. 1.

Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian IPB. 2008. Petunjuk Pengoperasian Pengempa Briket Manual. Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Bogor.

Nduponipop. 2008. Sianida. www.toxichemical.com. [26 Desember 2008].

Ooi Chin Chin dan Kamal M Siddiqui. 2000. Characteristics of some biomass briquettes prepared under modest die pressures. Biomass and Bioenergy 18:223±228.

Rukmana, R.H. 1997. Ubi Kayu, Budidaya dan Pasca Panen. Kanisius. Yogyakarta.

Rustini. 2004. Pembuatan Briket Arang dari Serbuk Gergajian Kayu Pinus (Pinus merkusii Jungh. Et de Vr.) dengan Penambahan Tempurung Kelapa. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.

Sugiyono. 2007. Penuntun Kuliah Karakteristik Bahan Pangan. Departemen ITP IPB. Bogor.

Suyitno. 2008. Pemanfaatan Briket UNS di Masyarakat. www.ristek.com [26 Desember 2008].

Theodore, L. dan A.J. Buonicore, 1980. Energy and Environment Interactions—Perspectives on Energy and the Environment Part A, vol. 1, CRC Press, Boca Raton.

Yaman, S., Sahan, M., Haykiri-Ac¸ma, H., S¸es¸en,,dan KS. Ku¨c¸u¨kbayrak. 2008. Fuel briquettes from biomass–lignite blends. Fuel Processing Technology 72: 1–8.




















RIWAYAT HIDUP

Ketua Pelaksana
Nama : Yusi Stephanie Surya
NIM : F24050438
Fakultas/Dept/Semester : Teknologi Pertanian/Teknologi Pangan/7
Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 17 Februari 1987
Alamat Asal : Jl. Menara IV blok 150/37, Meruya selatan. Jakarta
Alamat Bogor : Jl. Perwira No.9 Dramaga, Bogor
No. Handphone :08170784472
Alamat E-Mail : ucee_hikari@yahoo.com
Riwayat Pendidikan :
1. SD Notre Dame, Jakarta Barat
2. SLTPK IPEKA Tomang
3. SMUK IPEKA Tomang
4. Ilmu dan Teknologi Pangan , Fateta IPB
Pengalaman Organisasi :
1. Pengurus OSIS SLTPK IPEKA Tomang
2. Pantia Kata PMK 2006
3. Pengurus Komisi Kesenian UKM PMK IPB
4. Koordinator bidang pemerhati Komisi Pemerhati UKM PMK IPB
Karya ilmiah yang pernah dibuat :
1. Pembuatan Cookies Ubi Jalar sebagai Pangan Kaya Antioksidan
Prestasi yang pernah diraih :
1. Juara 3 lomba poster PUGS Pedoman Umum Gizi Seimbang

Anggota Pelaksana
Nama Lengkap : Diana Lo
Tempat / Tanggal Lahir : Riau/ 9 Maret 1988
NIM : F24050372
Alamat Rumah : Jln. Terusan Bandengan Utara No. 17 C. Jakarta Utara
Alamat Bogor : Jl. Perwira No. 9. Dramaga, Bogor
No.HP : 081932622606
Email : dione_lovincie@yahoo.com
Riwayat Pendidikan :
1. SD Mojopahit (1993-1999)
2. SLTP Chandra Kusuma (1999-2002)
3. SMA Kristen Yusuf (2002-2005)
4. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fateta (2005-sekarang)
Pengalaman Organisasi :
1. Ketua Osis SLTP Mojopahit (2000-2001)
2. Wakil Koordinator Bidang Pembinaan Komisi Pelayanan Khusus UKM PMK IPB (2007-2008)
3. Koordinator Exchange Program IAAS LC IPB (2008-2009)
4. Anggota Himpunan Mahasiswa Teknologi Pangan (2006- sekarang)
Karya Ilmiah yang pernah dibuat :
1. Food or Fuel
2. Efek Perubahan pH dan Logam terhadap Pigmen Warna Curcuminoid pada Kunyit
3. Perspektif Pemanfaatan Limbah Cair Tahu dan Penggunaan Ubi Kayu dalam Pembuatan Plastik Biodegradable Ramah Lingkungan
4. Potensi Pegagan sebagai Braintonic
5. Potensi Limbah Kulit Singkong Dalam Produksi Biobriket Sebagai Solusi Permasalahan Kelangkaan Energi di Indonesia
Prestasi yang pernah diraih :
1. Juara 3 lomba debat Bahasa Mandarin (2007) dalam Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional XX
2. “Unggulan Aktivis” Scholarship (2008) untuk pertukaran pelajar ke University Malaysia Sabah.
3. Juara 1 lomba Kompetisi Inovasi Agroteknologi
4. Juara 1 lomba IAAS Olympic
5. Juara 1 lomba recycle PIKNAS
6. Finalis National Student Paper Competition

Anggota Pelaksana
Nama Lengkap : Hanifah Dwiyani
Tempat / Tanggal Lahir : Semarang, 1 Agustus 1989
NIM : I14070045
Alamat rumah : Jl Gurita VI no 9 Sebantengan, Ungaran
Alamat Bogor : Jl Balio no.14 Darmaga ,Bogor
No.HP : 085695642721
Email : chunhyang39@yahoo.com
Riwayat Pendidikan :
1. TK Teladan Ungaran (1993-1995)
2. SDN 02 Ungaran (1995-2001)
3. SMPN 01 Ungaran (2001-2004)
4. SMAN 01 Ungaran (2004-2007)
5. S1, Departemen Gizi Masyarakat IPB (2007-sekarang)
Pengalaman Organisasi :
1. Sekretaris I Peleton Inti (Paskibra) SMAN 1 Ungaran (2005-2007)
2. Anggota Divisi Exchange Program IAAS ( International Assosiation of Student in Agricultural and Related Sciences) (2007-2008)
3. Anggota PSDM (Pengembangan Sumber Daya Manusia) majalah Emulsi (2008)
4. Bendahara II OMDA Patra Atlas Semarang (2007)
5. Kordinator Divisi Exchange Program IAAS (2008-sekarang)
Karya Ilmiah yang pernah dibuat :
Potensi Pegagan sebagai Braintonic
Prestasi yang pernah diraih :
1. Juara Harapan Dua Lomba Formasi Paskibra se-Jawa Tengah
2. Finalis Lomba Jawara Politik se-IPB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar